Prau, Dieng dan Festival Dieng Culture


Gunung Prau. Pendakian pertama keluarga kami dimulai pada Agustus 2016, bertepatan dengan Festival Dieng Culture. Anak-anak dengan beragam karakter tentu dengan beragam pula tanggapan, Kaori yang suka advanture sangat bersemangat dengan perjalanan ini, sedangkan Pancar yang tergolong anak rumahan rada-rada menolak dan kerapkali melontarkan protes kenapa kita harus naik gunung, sedangkan Pelangi asyik-asyik saja karena berpikir ini seperti jalan-jalan biasa.

Persiapan yang dilakukan adalah persiapan perlengkapan serta persiapan fisik dan mental, berhubung ini pendakian pertama bagi saya dan anak-anak, dan suami juga sudah lama sekali tidak naik gunung. Maka keperluan yang harus kami siapkan cukup banyak, mulai dari headlamp matras, sleeping bag, kupluk, syal, sepatu, caryl sedangkan tenda di fasilitasi oleh EO nya yaitu dari Fun Family Trip. Kami juga harus membeli beberapa pasang sepatu untuk beberapa anggota keluarga yang belum memiliki sepatu, tepatnya karena sepatu yang dimiliki sebelumnya sudah kekecilan, maklum karena sehari-hari tidak pernah pakai sepatu karena tidak pergi sekolah.


Berhemat untuk Perjalanan Besar

Berhubung beberapa item dari perlengkapan itu harus dibeli sejumlah personilnya, maka kami pun melakukan penghematan, saya mensosialisasikan kepada anak-anak bahwa kita akan melakukan perjalanan jauh, olehkarenanya diperlukan biaya yang lumayan besar karena diperlukan perlengkapan gunung yang belum kita miliki, serta biaya perjalanan yang lumayan besar, jadi langkah pertama yang harus diambil adalah  berhemat, beberapa pengeluaran harus kami pangkas, dan Alhamdulillah mereka turut bekerja sama. Outing iseng yang biasa kami lakukan pada weekend ditiadakan sama sekali untuk mendukung perjalanan besar ini.

Persiapan fisik yang dilakukan untuk anak-anak saya cukupkan dengan kegiatan wushu setiap satu pekan sekali, sedangkan saya melakukan persiapan fisik dengan yoga dua kali sepekan yang memang sudah rutin saya jalani, sedangkan persiapan mental lebih kepada memberikan pengertian kepada anak-anak tentang apa yang kami hadapi di sana, kenapa kami harus melakukan perjalanan ini yaitu untuk menempa fisik dan mental kami.
 
Sampai akhirnya hari yang dinanti tiba, kami berangkat dengan naik grab car menuju ke Stasiun Pasar Senen, seingat saya kami berangkat jam 5 sore dan sampai di stasiun sekitar  jam 7. 30 malam, beberapa diantara kami sholat dulu, sedangkan saya sedang tidak sholat, rencananya saya akan menelpon si empunya rombongan dari Fun Family Trip yang belum saya kenal sebelumnya ini.

Selepas anak-anak dan suami selesai sholat, kami menuju titik lokasi pertemuan di depan stasiun, kami berkenalan satu sama lain sebelum dibagikan tiket kereta.  Kebanyakan diantara mereka anak-anak muda yang masih single, dan perjalanan ini pun di organize oleh anak-anak muda juga, so cuma kita satu-satunya rombongan keluarga lengkap dengan anak-anaknya.


Perjalanan dilanjutkan denga mencarter sejenis mobil metromini, dan transit untuk brunch di tengah perjalanan, dengan menu prasmanan di bayar di muka, dan murah meriah sekali, sehabis makan anak-anak pun bisa bermain di taman sebentar.

main di taman

Perjalanan panjang  dilanjutkan kembali, hampir semua anggota trip tertidur, Pancar mabuk perjalanan dan muntah, untunglah kami membawa tissue basah, dan beruntung juga rombongan trip ini berhenti di masjid di daerah Kauman Wonosobo, Pancar dan Buya mandi terlebih dulu sebelum shalat jumat.

Sementara para laki-laki sholat jumat, para wanita memilih membeli jajanan di area sekitar masjid, salah satunya saya memilih kwaci, cemilan Favorit yang InsyAllah sehat, saya juga membeli balsam vicks vabrub, dan vitamin anak.

Perjalanan dilanjutkan kembali, kami sudah tak menghiraukan dengan pemandangan pedesaan di samping kanan dan kiri karena sudah capek sekali, sampai akhirnya kami berbelok di Pos Tapak Banteng. Alhamdulillah sampai juga....

di pos tapak banteng
Beberapa hari kami pertama kami habiskan dengan mengikuti acara Festival Dieng Culture, seperti; melihat pemotongan rambut gimbal, penerbangan lampion, menonton konser Jazz atas awan dll. Hari terakhir barulah kami melakukan pendakian ke Gunung Prau, kami memulai perjalanan dari jam 2 dini hari, setelah sebelumnya  tidur di awal dan bangun pada jam 12 malam untuk bersiap-siap, lagi pula susah rasanya tidur nyenyak di sini, karena udara yang sangat begitu dinginnya.

di telaga warna
menerbangkan lampion
menunggu mie ongklok di festival dieng culture

Anak-anak memakai baju berlapis-lapis untuk menghalau rasa dingin yang sangat, namun ternyata saat kami bergerak dan mendaki naik dan tubuh kami selalu bergerak-gerak membuat badan kami terasa hangat, dan akhirnya pakaian yang kami pakai pun mulai terasa panas di badan kami.

Pos satu dan dua berjalan mulus walaupun terengah-engah dan banyak beristirahat, harap maklum rombongan di didominasi oleh perempuan, sehingga perjalanan yang harusnya memakan waktu selama 2 jam kami tempuh dengan waktu 4 jam.

Pos tiga, perjalanan semakin curam, anak-anak mulai menangis, semua anggota romobongan memotivasi anak-anak agar tetap semangat sampai di atas, satu persatu anggota rombongan menjanjikan makanan yang mereka punya untuk iming-iming kepada anak-anak agar semangat.

Ayok kk... teteh... coklat, dan mie goreng menanti di puncak Prau.... heeee

Pohon-pohon pinus semakin pendek, dan akhirnya kami sampai di tujuan, Puncak Prau... bahagia tak terkira saat hal pertama yang kami lakukan adalah sholat shubuh, maka shubuh itu adalah sujud penuh syukur di tengah alam terbuka yang tak terlukiskan nuansanya.


Pancar berlarian kesana kemari karena senangnya, begitu juga Kaori. Sedangkan Pelangi camping bersama buya di pos 2.

Begitulah pendakian pertama keluarga kami.



|

Tidak ada komentar:

Posting Komentar